Powered By Blogger

Jumat, 01 April 2011

Prof.drh. Endang, dkk

Bab I

Pengantar, Populasi, Pemeliharaan, Produksi dan Masalah dari Ternak Kerbau serta Daerah Potensi Penghasil Dadih

A. Pengantar Ternak Kerbau dan Dadih

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu sentra ternak kerbau di Indonesia. Sumbangan ternak kerbau sebagai penghasil daging dan susu bagi masyarakat Sumatera Barat selama ini sangat signifikan. Berdasarkan data tahun 2005 diketahui bahwa ternak kerbau memberikan sumbangan sebesar 6,11% konsumsi daging dan 59,86%. Kebutuhan susu masyarakat disumbangkan oleh ternak kerbau yang diolah menjadi dadiah yang merupakan pangan probiotik makanan khas/lokal daerah Sumatera Barat yang juga merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan diolah melalui proses / hasil fermentasi alami air susu kerbau di dalam tabung bambu oleh mikroorganisme penghasil asam laktat yang terdapat secara alami pada air susu kerbau tersebut. Air susu kerbau yang difermentasikan terbukti bisa meningkatkan kekebalan, menjaga keseimbangan mikroflora di saluran pencernaan sehingga mempercepat difusi makanan dan dapat meningkatkan pertumbuhan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah pecah, meningkatkan kecerdasan, mencegah timbulnya diare dan kanker, serta mengurangi kolesterol (Purwati dan Hariyeni, 2007).

Asupan protein hewani pada umumnya di masyarakat masih rendah dan ini berisiko terhadap munculnya kasus malnutrisi, gangguan pertumbuhan otak anak balita, meningkatnya risiko sakit, terganggunya perkembangan mental, menurunkan performa anak sekolah dan produktivitas tenaga kerja.

Dalam konteks ini, agaknya, dadiah dapat dikembangkan sebagai salah satu bentuk usaha keluarga yang bermanfaat. Dadiah dapat diusahakan untuk mengentaskan kemiskinan dan ketahanan pangan hewani keluarga. Selain menghasilkan pangan hewani, dadiah merupakan aset biologis, sumber uang tunai dan tabungan hidup. Dadiah merupakan “pabrik” protein hewani yang dapat dikembangkan di seluruh negeri di Sumatera Barat. Dalam rangka pengembangan ternak kerbau sebagai komoditi unggulan. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menetapkan lima daerah sebagai kawasan sentra produksi utama ternak kerbau. Kelima daerah tersebut adalah Sijunjung (Kabupaten Sijunjung), IV Koto, Matur dan Batagak (Kabupaten Agam) dan Alahan Panjang (Kabupaten Solok) (Dinas Peternakan Sumbar, 2006).

Pemerintah Sumatera Barat telah melakukan kesepakatan agar dadiah dapat dilestarikan maka dilakukan koordinasi kerja antara Dinas Peternakan Sumatera Barat, BTTP Sukarami, Fakultas Peternakan Universitas Andalas (Prof. Drh. Hj. Endang Purwati, MS, Ph.D dan DR. Rusfidra yang termasuk Team Sinergis dengan SK Gubernur Sumbar) dan Balai Besar Pasca Panen Pertanian Bogor pada tanggal 19 Februari 2009 dari perguruan tinggi yang bertanggung jawab tentang penelitian dan aspek penerapan Ipeks dadiah. Sehingga dengan adanya buku tentang dadiah ini bermanfaat untuk melestarikan dadiah yang sangat menunjang kesehatan dan pendapatan masyarakat.

B. Populasi Ternak kerbau

Di Sumatra Barat, ternak kerbau telah dipelihara dan dimanfaatkan sejak beberapa abad yang lalu dan menjadi bagian dari adat istiadat dan usaha tani masyarakat setempat, terutama dalam mengolah sawah. Ternak kerbau memiliki fungsi penting dan menjadi simbol kultur adat daerah Sumatra Barat yang merupakan wilayah Kerajaan Minangkabau di masa lalu. Dalam sejarah ternak kerbau telah dipelihara oleh masyarakat Sumatera Barat dari zaman dahulu, dalam hikayatnya Kerajaan Minangkabau mempunyai kerbau yang diberi nama si Binuang (ternak kerbau sakti). Rumah Adat Minangkabau yang populer disebut Rumah Gadang atapnya menggambarkan Tanduk Kerbau dan seperti prototype Kantor Dinas Peternakan Propinsi Sumatra Barat, seperti terlihat pada Gambar 1.

A B

Gambar 1. (A) Rumah Gadang dan (B) Kantor Dinas Peternakan Propinsi Sumatra Barat.

Kerbau (Bubalus bubalis) yaitu ruminansia besar yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau merupakan ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya daerah belahan utara tropika. Kerbau merupakan salah satu jenis ternak penting di Indonesia termasuk Sumatera Barat, kegunaannya sangat beragam mulai dari membajak sawah, alat transportasi, sebagai sumber daging dan susu, sampai dengan kulitnya digunakan sebagai bahan baku industri kulit dan kerupuk kulit, biogas, pupuk organik dan pariwisata (kerbau pacu).

Gambar 2. Pemeliharaan Kerbau di Sumatera Barat.

Populasi ternak kerbau di Indonesia sekitar 2,5 juta ekor. Namun populasi ternak kerbau di Indonesia mengalami penurunan. Data selama tahun 1985 - 2001 menunjukkan bahwa populasinya menurun drastis dari 3,3 juta ekor pada tahun 1985 dan menjadi hanya 2,4 juta ekor di tahun 2001 atau mengalami penurunan populasi sebesar 26 %. Namun demikian, populasi ternak kerbau di Pulau Sumatera agak meningkat dari 1,1 juta ekor menjadi 1,2 juta ekor di tahun yang sama atau mengalami pertumbuhan populasi sebesar 9 %. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya populasi ternak kerbau disebabkan oleh keterbatasan bibit unggul, mutu pakan ternak rendah, perkawinan silang dan kurangnya pengetahuan peternak dalam menangani produksi dan reproduksi ternak tersebut. Kebijakan pengembangan usaha pembibitan kerbau diarahkan pada suatu kawasan, baik kawasan khusus maupun terintegrasi dengan komoditi lainnya serta terkonsentrasi di suatu wilayah untuk mempermudah pembinaan dan pengawasannya.

Pengembangan ternak kerbau di Sumatera Barat di fokuskan pada Kabupaten Sijungjung, Agam dan 50 kota. Hal ini membuktikan bahwa kondisi alam dan sosial budaya masayarakat pulau Sumatera memberi tempat yang layak untuk pengembangan ternak kerbau yang menghasilkan dadiah (Tabel 1).

Tabel 1. Populasi Ternak Kerbau di Sumatera Barat.

No.

Kab/Kota

Tahun

2005

2006

2007

Kabupaten

1

Pesisir Selatan

31.031

26.725

25.775

2

Solok

9.521

10.876

11.368

3

Sijunjung

33.898

37.521

37.738

4

Tanah Datar

17.096

18.844

18.483

5

Padang Pariaman

36.053

37.842

38.349

6

Agam

17.472

25.772

26.408

7

50 Kota

24.049

23.759

27.651

8

Pasaman

2.952

2.647

2.251

9

Mentawai

131

129

129

10

Solok Selatan

8.735

8.287

8.320

11

Pasaman Barat

3.574

2.850

3.837

12

Dharmasraya

7.382

7.323

7.414

13

Padang

5.010

3.103

5.361

14

Solok

277

175

246

15

Sawahlunto

2.420

2.392

4.011

16

Padang Panjang

121

144

335

17

Bukittinggi

328

337

647

18

Payakumbuh

855

1.144

1.256

19

Pariaman

516

661

663

JUMLAH

201.421

210.531

220.242

Selain bantuan tenaganya untuk pengolahan sawah, daging dan susu kerbau merupakan hasil yang tidak kalah pentingnya. Sumbangan protein susunya bagi penduduk di Sumbar jauh lebih besar dari sumbangan protein yang berasal dari susu sapi. Data produksi susu menunjukkan bahwa produksi susu kerbau setiap hari dapat mencapai 4.100 L. Purwati (2008) mengatakan bahwa kerbau di Sumatra Barat menghasilkan air susu 1,5 sampai 2 L/hari. Apabila protein susu kerbau sebesar 5,26 % maka setiap harinya tersedia sebanyak 216 kg protein yang berasal dari susu kerbau. Rekomendasi kecukupan protein hewani adalah 55 gram/kapita/hari yang diharapkan 11 gram berasal dari protein hewani. Dengan demikian, sumbangan protein hewani dari susu kerbau di Sumatra Barat dapat memenuhi kebutuhan untuk 19.600 orang per hari, merupakan suatu nilai yang signifikan. Di beberapa tempat di Sumatra Barat (Kabupaten Lima Puluh Kota, Agam, Tanah Datar, Sawahlunto/ Sijunjung dan Solok), susu kerbau diolah menjadi dadih, yaitu fermentasi susu menggunakan tabung bambu yang sangat digemari sebagai makanan tradisional bernilai gizi tinggi dan hanya ditemui di Sumatra Barat. Jadi di Indonesia, kegunaan ternak kerbau sangat beragam, mulai dari membajak sawah, alat transportasi sumber, sumber daging, susu dan kulit yang digunakan sebagai bahan baku industri, kerupuk kulit / jangek, biogas dan pupuk organik.

Masalah yang utama dalam usaha ternak kerbau, khususnya penghasil dadih, adalah:

- Kurangnya pejantan yang memadai.

- Sering terjadi lambatnya induk menjadi bunting.

- Lamanya jarak beranak bukan semata-mata disebabkan oleh rendahnya kondisi induk, namun karena ketersediaan pejantan yang terbatas saat dibutuhkan.

- Masalah lain adalah produksi susu kerbau masih rendah yaitu hanya 1,5 - 2 L/hari.

Pengelompokan ternak kerbau berdasarkan bangsanya ada beberapa macam yaitu Kerbau Murrah, Surti, Nili-Ravi, Jaffarabadi, Nagpuri dan Kundi. Sedangkan berdasarkan fungsinya yaitu Kerbau Perah, Potong dan Kerja. Di Indonesia, ternak kerbau yang banyak dipelihara adalah kerbau perah dan kerbau potong. Populasi kerbau perah (River Buffalo) sangat sedikit, hanya sekitar 5% dari populasi yang ada, sedangkan populasi kerbau potong dan kerja, (berupa kerbau lumpur/ swamp Buffalo) mencapai hingga 95 %. Ternak kerbau perah merupakan ternak penghasil susu yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya dalam kehidupan manusia yaitu bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan akan gizi.

C. Pemeliharaan Ternak Kerbau

Ternak kerbau dipelihara sampai berumur 15 - 20 tahun, setelah induk kerbau tua dan tidak produktif lagi biasanya dipotong untuk tujuan konsumsi, tidak jarang setelah beranak lebih dari 10 kali. Namun kerbau jantan banyak dijual pada umur yang masih relatif muda untuk konsumsi. Rata-rata pemilikan sebanyak 2-3 ekor induk kerbau per kepala keluarga/ KK, walaupun ada juga petani yang memiliki lebih dari 10 induk. Pada umumnya petani memelihara ternak miliknya sendiri, disamping ada yang memelihara kerbau orang lain dengan sistem bagi hasil, apabila sudah beranak anaknya dibagi dua antara pemilik dan pemelihara. Kalau induk kerbau diperah maka hasil susunya buat pemelihara.

Sistem pemeliharaan ternak hanya dengan cara mengandangkan ternak pada malam hari dan digembalakan pada siang hari di sawah-sawah atau diikat pindah di kebun dan di lahan penggembalaan. Umumnya petani menambah rumput alam yang dipotong dan diberi dalam kandang di sore hari. Ternak yang dipelihara secara ikat pindah selama siang hari maka biasanya pada malam harinya masih diberi tambahan berupa rumput potong sekitar 20 kg/ekor. Sedang bagi kerbau yang dikandangkan terus menerus, diberikan hijauan dua kali lebih banyak. Di beberapa tempat, kerbau dimandikan sekali sehari oleh anak-anak petani di waktu sore. Sesekali ternak kerbau juga diberi kesempatan untuk berkubang. Ukuran kandang kerbau disesuaikan dengan ukuran kerbau. Untuk kerbau dewasa, luasnya sekitar (1,5 x 2) m/ekor dan (1 x 0,8) m/ekor untuk anakan. Biasanya, kerbau dikandangkan pada malam hari, yaitu kira-kira pukul 5 sore sampai besok paginya.

D. Produksi Susu Kerbau

Petani mulai memerah susu induk apabila anak kerbau sudah berumur lebih dari satu bulan, berarti anak sudah mendapatkan cukup susu kolostrum yang sangat dibutuhkan di awal pertumbuhan anak karena mengandung antibodi yang tinggi. Di daerah Agam dan Tanah Datar biasanya petani mulai memerah susu kerbau untuk bahan dadih setelah anak berumur 3-4 bulan. Petani di Alahan Panjang (Solok) mulai memerah susu kerbaunya setelah anak berumur 1-2 bulan. Namun di Nagari Pematang Panjang (Sijunjung) petani langsung memerah susu kerbaunya setelah anak berumur satu minggu, jauh lebih awal dibanding daerah lainnya dengan hasil yang memuaskan tanpa mengganggu aktivitas reproduksi induk karena induk dapat kawin kembali sekitar 3-4 bulan setelah anak lahir. Lamanya induk diperah berkisar 4-5 bulan walaupun ada yang memerah selama 8 bulan tergantung pada kondisi induk. Hasil perahan susu juga bervariasi dari satu tempat dengan yang lainnya. Hasil perahan harian pada waktu ini hanya mencapai 1-2 liter per ekor. Hasil perahan mulai menurun hampir bersamaan di semua daerah yaitu pada bulan laktasi ke 8-10 dimana hasil perahan susu hanya sekitar 1 liter/ekor/hari.

Petani yang membuat dadih langsung menyimpan susu dalam tabung bambu tanpa membuang serbuknya yang diduga membantu proses terjadinya dadih. Ada pendapat bahwa apabila dibuang serbuknya dan dibersihkan tabungnya maka dadih sulit membeku. Sedangkan di daerah Padang Laweh (Tanah Datar), tabung bambu yang digunakan, dibersihkan bagian dalamnya terlebih dulu dengan kain kering, setelah itu dituangkan susu ke dalamnya dan disimpan selama 2-3 hari, setelah itu terjadi pembekuan dadih yang siap dikonsumsi.

E. Masalah dari Ternak Kerbau

Masalah utama dalam usahaternak kerbau, khususnya penghasil dadih, adalah: Kurangnya pejantan yang memadai. Sering terjadi lambatnya induk menjadi bunting dan lamanya jarak beranak bukan semata-mata disebabkan oleh rendahnya kondisi induk, namun karena ketersediaan pejantan yang terbatas saat dibutuhkan. Masalah lain adalah produksi susu kerbau masih rendah yaitu hanya 1 liter/hari, sehingga perlu upaya meningkatkan produksinya terutama melalui perbaikan pakan pada saat laktasi. Selain itu, di beberapa lokasi, keamanan ternak kurang terjamin karena rawan pencurian ternak. Pemasaran daging kerbau juga semakin menurun, karena masyarakat lebih menyenangi daging sapi. Padahal ditinjau dari kandungan lemak, sebenarnya daging kerbau lebih sehat dibanding daging sapi.

E. Daerah Potensi Penghasil Dadiah

Daerah yang berpotensi untuk usaha pengolahan dadiah di Sumatera Barat adalah pada daerah yang mempunyai populasi kerbau yang cukup besar dan tersebar pada beberapa Kabupaten di Sumatera Barat yaitu Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Swl/Sijunjung dan Kabupaten Solok. Dengan meningkatnya permintaan dadiah akan berpengaruh terhadap perkembangan usaha peternakan kerbau sebagai komoditi ternak penghasil bahan baku pembuatan dadiah serta dapat memberikan nilai tambah bagi peternak. Dengan pengembangan usaha peternakan kerbau diharapkan dapat meningkatan ekonomi masyrakat.

DAFTAR PUSTAKA

Annual Report of IC Biotech. 1994. Osaka : Osaka University, Vol. 1 1994 : p. 275 - 280 B.M. Lund, T.C. Baird-Parker , G.W. Gould (Eds.). The Microbiological Safety and Quality of Food. Aspen Publisher, Maryland.

Crittendan, R.G. 1999. Pribiotik. In : G.W. Tannock (Ed.) Probiotics, A Critical Review. Horizon Sci. Publ., England.

Fuller, R. 1999. Probiotik for farm animals. In : G.W. Tannock (Ed.) Probiotics, A Critical Review. Horizon Sci. Publ., England.

Hoover, D.G. 1993. Bacteriocins with Potential for Use in Foods. In : P.M. Davidson and A.L. Branen (Eds.). Antimicrobial in Foods. Second Ed. Marcel Dekker Inc., New York.

Hosono, A., R. Wardoyo and H. Otani. 1989. Microbial flora in dadih, a traditional fermented milk in Indonesia. Lebenss-Wiss Und Technol ; 22 : 20-24.

Hosono, A. 1992. Fermented milk in the orient. In : Y. Nakazawa and A. Hosono (Eds). Functions of Fermented Milk. Elsevier Applied Sci. Publish., London. p:61-72.

Hosono, A. and T. Tono-oka. 1995. Binding of cholesterol with lactid acid bacteria cells. Milchwissenschaft; 50 (10) : 556-560.

Kanbe, M. 1992. Traditional fermented milk of the world. In : Y. Nakazawa and A. Hosono (Eds.). Functions of Fermented Milk Challenges for the Health Science, Elsevier Science, London.

Kneifel, W., T.M. Sandholm and A.V. Wright. 1999. Probiotic Bacteria. In : R.K. Robinson, C.A. Batt and P.D. Patel (Eds.). Encyclopedia of Food Microbiology III. Academic Publisher, London.

Kullen, M.J. andT. Klaenhammer. 1999. Genetic modification of Lactobacillus and Bifidobacteria. In : G.W. Tannock (Ed.). Probiotic, a Critical Review. Horizon Scientific Publisher, England.

Naiola, E. 1995. “Dadiah” Makanan Tradisional Sumatera Barat. Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan, Jakarta.

Nakazawa, Y. and A. Hosono. 1991. Functions of Fermented Milk. Elsevier Applied Science Publisher, London.

Nurhelmi, A.R., Samain dan J. Jusfah. 1982. Pemeriksaan Dadih sebagai Makanan Tradisional Sumatera Barat. Universitas Andalas, Padang.

Purnomo, H. 1996. Rekayasa Paket Teknologi Produksi Starter dan Enzim Mikroba dan Paket Aplikasinya pada Pengolahahn Susu. UMM Press, Malang.

Ray, B. 1996. Probiotic of lactid acid bacteria : Science or myth. In : NATO ASI Series (Ed.). Lactid Acid Bacteria. Current Advances in Metabolism : Genetic and Applications, Blackie Academic and Proffesional, London.

Salminen, S., M. Deighton and S. Gorbach. 1993. Lactid acid bacteria in health and disease. In : S. Salminen and A.V. Wright (Eds.). Lactid Acid Bacteria. Marcel Dekker Inc., New York.

Sari, N.K.2007. Tren dan Potensi Susu Fermentasi. Calpico. City. 24 Mei 2007 - 08:13 WIB

Setiyanto, H.; Triyantini dan Sunarlim, R., 2001. Evaluasi mutu dadih di daerah produsen. Lipi

Sirait, C.H. 1993. Pengolahan Susu Tradisional untuk Perkembangan Agroindustri Persusuan di Pedesaan. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Sirait, C.H., N. Cahyadi, T. Panggabean dan I.G. Putu. 1995. Identifikasi dan Pembiakan Kultur Bakteri Pengolah Dadih. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

Soetrisno, U.S., R.R. Apriyantono, N. Imanningsih dan L. Pasaribu. 2000. Pengembangan formula makanan anak batita menggunakan pangan tradisional dadih susu sapi. J. Gizi Indonesia ; 23 : 8-14.

Sugita, I.M. 1995. Dadih Makanan Tradisional Minang, Manfaat dan Khasiatnya. Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan, Jakarta.

Surono, I.S., and A. Hosono. 1996. Antimutagenicity of milk cultured with lactid acid bacteria isolated from dadih. Milchwissenschaft ; 51 (19) ; 493-497.

Surono, I.S., D. Nurani dan A.A. Dharmawati. 1997. Seleksi bakteri asam laktat asal dadih sebagai starter susu fermentasi. Jurnal IPTEK-Institut Teknologi Indonesia No.VII :39-43.

Surono, I.S., J.K.D. saono, A. Tomatsu, A. Matsuyama dan A. Hosono. 1983. Traditional milk product made from buffalo milk use of higher plant as coagulant in Indonesia. Jpn J Dairy and Food Sci ; 32 : A103-A110.

Suryono. 1996. Studi pengaruh penggunaan bifidobakteria terhadap flavor yoghurt. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Svensson, U. Industrial prespective. In : G.W. Tannock (Ed.). Probiotics, a Critical Review. Horizon Scientific Publisher, England.

Svensson, U. Industrial prespective. In : G.W. Tannock (Ed.). Probiotics, a Critical Review. Horizon Scientific Publisher, England.

Tambunan, R.A. 1999. Pengaruh Nisin sebagai biopreservatif pada dadih asal susu sapi yang dipasteurisasi. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Vinderola, C.G., N. Bailo and J.A. reinheimer. 2000. Survival of probiotic microflora in Argentinian yoghurt during refrigerated storage. Food Res Int ; 33: 453-457.

Williamson, G. dan J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Wollowski, I., G. Rechkemmer, and B.L. Pool-Zobel. 2001. Protective role of probiotics in colon cancer. Am J Clin Nutr. ; 73 (2) : 451s – 455s.

Yudoamijoyo, R.M., T. Zoelfikar, S.R. Herastuti, A. Tomomatsu. A. Matsuyama and A. Hosono. 1983. Chemical and microbiological aspects of dadih in Indonesia. Jpn J of Dairy and Food Sci ; 32 (1); 1-10.

Zakaria, Y., H. Asriga. T. Urashima and T. Toba. 1998. Microbiological and rheological properties of the Indonesia traditional fermented milk dadih. Milchwissenschalft : 30-33

1 komentar:

  1. 8 Casino & Hotel Reviews - Mapyro
    See 울산광역 출장샵 8 casino reviews and 김포 출장안마 156 photos and 2 tips from 1 traveler. "Good casino, lots 충주 출장샵 of rooms, nice 광주광역 출장샵 service. The casino has really nice and clean rooms! 대전광역 출장마사지 Rating: 2.8 · ‎156 reviews

    BalasHapus